Kampung Susun Bayam: Potret Penindasan di Tengah Metropolitan

May 23, 2024
adminviaduct

Sejak 24 Juli 2022 Warga Jakarta dipersembahkan sebuah stadion megah berstandar internasional baru di utara Kota Jakarta. Stadion megah itu bernama Jakarta International Stadium yang diresmikan oleh Gubernur Jakarta pada saat itu, Anies Baswedan. Namun, di balik megahnya bangunan JIS tersisa pilu dan kekecewaan dari warga pinggiran bernama Kampung Bayam yang jauh dari kemegahan, namun justru menyiratkan jelas akan kerentanan.

sumber: dokumentasi pribadi (International Women’s Day 8 Maret 2024)

Warga Kampung Bayam menetap sejak tahun 1980an, puluhan kepala keluarga menggantungkan harapan dan bernaung di sepanjang kampung yang telah mengalami ancaman penggusuran sejak tahun 1998. Namun, pembangunan Jakarta International Stadium melunakkan sikap mereka untuk bertahan. Gubernur Jakarta Anies Baswedan menjanjikan pembangunan hunian alternatif Kampung Susun Bayam (KSB) yang akan merelokasi mereka dan berlokasi tak jauh dari JIS. Hasilnya, tak lama setelah peresmian JIS, per 22 Agustus 2022 PT. Jakpro menerbitkan SK Nomor 110/UT0000/VIII/2022/0428 yang berisikan mengenai penempatan dan pembagian unit hunian di Kampung Susun Bayam bagi warga Kampung Bayam sebagai kompensasi penggusuran warga atas pembangunan JIS. Namun, janji dan ketentuan SK tersebut menguap dan teringkari. Transisi penunjukan PJ Gubernur Heru Budi justru menempatkan posisi Warga Kampung Bayam menjadi kian rentan dan kompleks. Heru tak melanjutkan penyelesaian pemberian hak warga Kampung Bayam lewat hunian alternatif di Kampung Susun Bayam, seraya PT. Jakpro yang berbalik haluan menyisakan penyelesaian admnistratif yang tak kunjung rampung. Akibatnya, warga yang telah memiliki hak untuk tinggal di Kampung Susun Bayam justru mendapat intimidasi untuk segera meninggalkan unitnya dan terus berupaya diusir secara paksa. Hal ini semakin diperparah ketika Pemprov justru menyatakan bahwa area yang ditempati 37 kepala keluarga Kampung Bayam secara historis ialah milik Pemprov.

Alhasil, intimidasi lewat aparat hingga pembatasan hak seperti pemutusan aliran air bersih dan listrik dilakukan guna membuat Warga Kampung Bayam tak betah untuk bertahan. Bahkan seorang warga bernama Fuqron (46) ditangkap secara paksa oleh pihak Kepolisian Polres Jakarta Utara per tanggal 2 April 2024.

Intimidasi yang tak kian putus ini memuncak pada tanggal 21 Mei 2024 lalu, bertepatan pada peringatan 26 tahun reformasi. Peringatan 26 tahun reformasi justru akan diingat sebagai sebuah hari yang buruk oleh warga Kampung Bayam sebab pada dasarnya, reformasi atau bukan, mereka tetap menghadapi pola kekerasan dan penindasan yang sama layaknya saat republik ini dipimpin oleh diktator korup bernama Soeharto. Warga Kampung Bayam diusir secara paksa oleh aparat gabungan TNI, Polri, Satpol PP, dan keamanan PT. Jakpro atas arahan dari PT. Jakpro. Ironisnya, hal ini terjadi ketika warga Kampung Bayam tengah melakukan mediasi dengan mediator Komnas HAM dengan PT. Jakpro. Alhasil 150 orang termasuk lansia dan anak-anak diusir secara paksa, diintimidasi, dan mengalami kekerasan.

Peristiwa pengusiran warga secara paksa yang dialami oleh warga Kampung Bayam sayangnya lazim dijumpai di rezim pemerintahan Jokowi yang cenderung developmentalis. Pengusiran serupa dapat dijumpai lewat peristiwa di Wadas, Dago Elos, Rempang, Seruyan, juga konflik hunian dan tanah lain di seluruh penjuru nusantara. Pola penindasan dan kekerasan ini terus direplikasi negara sejalan dengan investasi yang terus digalakkan pemerintah. Proyek macam Proyek Strategis Nasional, pengesahan undang-undang macam UU minerba yang kian eksploitatif terus memperparah dan mengencangkan laju pola kekerasan ini. Padahal Indonesia merupakan negara yang meratifikasi Kovenan Internasional Hak Tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) yang menjaminkan hunian yang layak bagi rakyat. (Pasal 11 ayat (1) UU 11/2005). Bahkan, secara konstitusional rakyat berhak atas hunian dan lingkungan hidup yang layak sesuai bunyi pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini membuktikan bahwa pengusiran secara paksa oleh negara kepada Warga Kampung Susun Bayam dan mereka yang terdampak konflik hunian dan lahan lainnya adalah pelanggaran HAM dan negara wajib untuk bertanggung jawab dalam mereparasi hak-hak warganya yang telah dilecehkan, dilanggar, dan dikerdilkan lewat jargon kosong pembangunan yang kian merusak lingkungan, hak-hak mereka yang terpinggirkan demi kepentingan perut yang berkepentingan dan kian mabuk kekuasaan.

Penulis: I Gede Oka Kertiyasa

Leave a comment