Tragedi Semanggi 1 Tak Kunjung Temui Titik Terang

April 26, 2019
adminviaduct
Sumber : Dok.Pribadi

“Untuk Tragedi Semanggi I belum pernah disentuh oleh Pengadilan apapun”

Kata-kata tersebut diucapkan oleh Maria Catarina Sumarsih disela keramaian aksi damai Tragedi Semanggi I pada hari Selasa (13/11/2018). Maria Catarina Sumarsih merupakan ibunda Bernadus Realino Norma Irmawan atau Wawan korban Tragedi Semanggi I. Wawan merupakan mahasiswa Atma Jaya Jakarta fakultas ekonomi. Berikut proses panjang Sumarsih dalam menantikan keadilan.

11-13 November 1998

Tragedi Berdarah yang terjadi di 11-13 November 1998 yang dilatarbelakangi oleh protes terhadap Sidang Istimewa MPR dalam menentukan Pemilu dan menentang dwi fungsi ABRI. Dalam tragedi ini menyebabkan 17 warga sipil. Korban pertama Teddy Wardhani Kusuma mahasiswa Institut Teknologi Indonesia dan korban kedua adalah Wawan. Puluhan ribu orang turun kejalan hingga menewaskan 17 orang koraban dari berbagai kalangan.

16 November 1998

Komnas HAM mengadakan pertemuan dengan Presiden Habibie dalam rangka memberikan kejelasan terhadap Tragedi Semanggi 1 serta pertanggungjawaban mengenai kasus itu. Tapi dalam keterangan Presiden Habibie tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan.

23 November 1998

Wiranto yang pada saat itu sebagai Panglima ABRI, dalam keterangan pers menyebutkan ada kesalahan prajuritnya yang bertindak berlebihan dalam mengamankan Sidang Istimewa hingga menimbulkan korban. Wiranto mendalilkan ada pihak tertentu sehingga para aparat dan mahasiswa terpancing untuk bentrok.

31 Oktober 2000

DPR membentuk Pansus Trisakti, dan Tragedi Semanggi I dan II untuk menyelesaikan pelanggaran HAM tapi pada kenyataannya Pansus merekomendasikan jalur lain dalam menyelesaikan masalah, yaitu melalui pengadilan umum dan pengadilan militer.

9 Juli 2001

Hasil laporan dari Pansus TSS menyatakan bahwa 7 fraksi, F-Golkar, F-TNI/Polri, F-PBB, F-Reformasi, F-KKI, F-PDU menolak tidak adanya pelanggaran HAM berat dan 3 fraksi yaitu F-PDI, F-PDKB, F-PKB menyatakan terjadinya unsur pelanggaran HAM berat.

11 Maret 2003

Kejaksaan agung mendalilkan bahwa tidak akan melakukan penyidikan kasus Tragedi Semanggi I dan II karena alasan sudah diadili sebelumnya (prinsip ne bis in idem).

5 Maret 2007

Rapat tripartit yang diadakan Komnas HAM, Komisi III dan Kejaksaan Agung RI. Kejaksaan Agung berpendapat bahwa tidak akan melakukan penyidikan sebelum terbentuknya pengadilan HAM Ad Hoc.

6 Maret 2007

Badan Musyawarah (Bamus) menolak untuk mengadakan pengadilan HAM ad hoc. Putusan tersebut mengkandaskan harapan bagi para pencari keadilan. Sampai rekomendasi dari komisi III tersebut diveto kedua kalinya oleh Bamus.

13 November 2018

Aksi damai didepan istana negara yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, dan kalangan aktifis. Aksi damai diiringi orasi Sumarsih menegaskan bahwa jangan sampai isu HAM berat dijadikan bahan kampanye dan iming-iming politik. Sumarsih menambahkan, kendalanya karena dipolitisasi oleh para penguasa, sementara penguasa itu sendiri pro pada para pelanggar HAM, Presiden Jokowi berkomitmen untuk di visi misi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, tapi kenyataannya tidak ada perkembangannya.

“Indonesia adalah negara hukum, sudah kewajiban anak-anak muda untuk terus memperjuangkan tegaknya supremasi hukum dan HAM supaya kedepannya tidak terjadi pelanggaran HAM berat lagi”-Sumarsih

[Penulis : Gema Bayu Samudra]

Leave a comment